Minggu, 26 Desember 2010

H. M. MISBACH HAJI MERAH DARI SOLO


“Jangan takut, takutlah akan Allah karena tidak ada yang berarti kecuali perintah Allah, dan jadilah manusia, jangan kehilangan kemanusiaan”-H. M. Misbach, Medan Moeslimin

Namanya hampir tidak dikenal dalam buku sejarah (apalai buku pelajaran sejarah) Indonesia karena presiden kedua kita cukup takut dengan bayaing-bayang ideologi ”kiri” yang bisa mengancam kedudukannya selama 32 tahun memerintah. Sosoknya yang khas pada masa itu (berpakaian khas Jawa dan tetap memakai blangkon meskipun sebagai seorang yang bergelar Haji) serta kritikan tajam dengan ideology “kiri” yang dipropagandakannya disetiap rapat besar partai untuk memutus rantai kolonialisme dan kapitalisme dalam setiap artikel yang ditulisnya mampu membuat pemerintah koloial Belanda kebakaran jenggot sampai akhirnya Belanda membuangnya ke Manokwari dan meninggal akibat malaria.

Ia adalah H. M. Misbach, seorang haji revolusioner dari Solo yang banyak menulis artikel tentang Islam-Komunis di surat kabar yang dipimpinnya, Medan Moeslimin. Salah satu ucapannya yang melegenda, “Orang yang mengaku dirinya Islam, tetapi tidak setuju adanya komunisme, saya berani mengatakan ia bukan Islam yang sejati” membuktikan bagaimana agama dan komunisme dapat disatukan dan bisa menjadi kekuatan untuk melawan penindasan.

Terlahir dalam keluarga pedagang batik yang sukses dan hidup dalam lingkungan pejabat keagamaan Keraton pada tahun 1876 di Kauman, Surakarta serta sempat menggeluti bidang usaha batik (bahkan sampai sukses) tidak membuat terseret dalam kutub kelas menengah dan mematikan semangat revolusionernya.. Hal ini dibuktikan dengan ditinggalkannya usaha batik yang sedang sukses-suksesnya demi menggeluti dunia intelektual dan semangat revolusionernya. Pilihannya jatuh pada Inlandsche Journalisten Bond (IJB) yang didirikan oleh Mas Marco Kartodikromo tahun 1914 dan kemudian Sarekat Islam. Dalam perjumpaannya dengan H. M. Misbach, Mas Marco Kartodikromo sangat terkesan dengan sikap dan pembawaannya, seperti yang tertulis dalam tulisannya yang berjudul Korban Pergerakan Rajat: H. M. Misbach:

Di pemandangan Misbach, tidak ada beda diantara seorang pentjoeri biasa dengan seorang jang dikata berpangkat, begitoe djoega diantara rebana dan klenengan, diantara bok hadji yang bertoetoep moeka dan orang perempoean jang mendjadi koepe malem; diantara orang-orang jang bersorban tjara Arab dan berkain kepala tjara dijawa. Dari sebab itoe dia lebih gemar memakai kain kepala dari pada memakai petjis Toerki ataoe bersorban seperti pakaian kebanjakan orang jang diseboet “Hadji”……Dari sebab itoe dimana-mana golongan rajat, Misbach mempoenyai kawan oentoek melakoekan pergerakannya. Tetapi didalem kalangannja orang-orang jang mengakoe Islam dan lebih mementingken mengoempoelkan harta benda dari pada menoeloeng kesoesahan rajat, Misbach seperti harimau di dalem kalangannja binatang-binatang ketjil. Kerna dia tidak takoet lagi menjela kelakoeannja orang-orang jang sama mengakoe Islam, tetapi selaloe mengisep darah temen hidoep bersama (Kartodikromo, 1924:6).

Dari cuplikan kalimat Mas Marco diatas bisa kita tebak bagaimana H. M. Misbach bukanlah seorang yang mengaku dirinya muslim tapi menghisap darah dari sesamanya, tetapi dia adalah seorang muslim yang taat akan perintah agama dan tidak menafsirkan setiap ayat dari Al-Qur’an demi kepentingan dirinya sendiri. Dari surat kabar bentukannya yang bernama Medan Mueslimin (1915) dan surat kabar yang dipeloporinya Islam Bergerak (1917), mampu menjadi salah satu corong utama utama yang menentang tindak kolonialisme Belanda. Dan pada tahun 1918-1920 H. M. Misbach menjadi tokoh pergerakan Insulinde yang berpengaruh.

Pada tahun 1920-an, bersama dengan kaum tani di Klaten, mereka mengadakan demo pemogokan-pemogokan di wilayah Klaten. Pemogokan terbesar terjadi di Ngelungge, dank arena keterlibatanya Belanda menahan dann menyeretnya ke pengadilan. Setelah bebas dari penjara Pekalongan pada tanggal 22 Agustus 1922. Bertepatan dengan keluarnya dari penjara, berakhir juga zaman pemogokan, serta dimulainya zaman pergerakan melalui partai, Pada saat itu, dia keluar dari Muhammadiyah karena dirinya menilai Muhammadiyah tidak terlibat dalam perjuangan melawan kolonialisme Belanda. Hal ini juga dipengaruhi oleh pertentangan antara H. O. S. Tjokroaminoto dengan dirinya tentang pengertian Kapitalisme.

Tjokroaminoto menganggap kalau kapitalisme yang harus dilawan adalah kapitalisme jahat yang merupakan kaum Belanda dan pedagang non-muslim, sedangkan kapitalisme baik adalah para pedagang Islam yang notabenenya merupakan anggota Serikat Islam (SI), selain itu Tjokroaminoto lebih mewakili golongan elite pedagang muslim pribumi (yang kita tahu merupakan golongan menengah pada masa itu).

Hal ini jelas tidak dapat diterima oleh Semaoen dan H. M. Misbach yang menganggap Kapitalisme tidak ada baik atau jahat, karena Kapitalisme merupakan system yang hanya meraup keuntungan sebanyak mungkin sehingga menimbulkan adanya sentralisasi ekonomi, dan dari sentralisasi ini dapat terwujud imperialism yang akhirnya mendorong Negara (atau pedagang) untuk menguasai daerah-daerah yang kaya akan bahan baku dan memasarkan barang buatan mereka, sedangkan keuntungan dari penjualan tersebut tidak seluruhnya dibagikan kepada para pekerja. Akibat dari Kapitalisme sendiri sungguh mengerikan. Perampokan, korupsi, pembunuhan, dan (bahkan) pelacuran bias terjadi dimana-mana karena sempitnya lapangan pekerjaan sehingga masyarakat harus melakukan apa saja demi mengisi perut mereka.

Keluar dari Muammadiyah membuat dirinya memilih Serikat Islam Merah (SI Merah yang nantinya menjadi cikal bakal PKI). Disana dia menjada seorang ahli propaganda yang tangguh dan berpengaruh. Dipilihnya SI Merah dikarenakan kritiknya terhadap anggota dan pimpinan Serikat Islam Putih (SI Putih) yang menggunakan Islam sebagai alat untuk memperkaya dirinya sendiri (seperti dalam artikelnya yang berjudul Moekmin dan Moenafik” dalam Islam Bergerak , 10 November 1922) juga dirinya berpendapat kalau organisasi-organisasi Islam pada masa itu tidak dapat membawa aspirasi dan membawa keadilan bagi rakyat jelata.

Selain itu, dalam tulisannya “Islam dan Komoenisme, edisi XI Medan Moeslimin dirinya menulis tentang bagaimana kepedulian Karl Marx terhadap kaum miskin:

Waktoe toewan Karl Marx memegang pimpinan Journalis, beliaoe memerhatikan betoel-betoel akan nasibnya ra’jat, beliaoe ketarik sekali pada adanja soeal-soeal tentang Economic dan doedoekanja kaoem miskin; dari itoe toewan Karl Marx dapat tahoe dengan terang pokok ataoe soember-soember jang menimboelkan kekaloetan doenia. Sebab ataoe soember kekaloetan itoe, yaitoe doenia kemiskinan disebabkan adanja kapitalisme djalan ilmoe mentjahari kahoetoengan bersama hanja menjadi milikja (kepoeanjaannja) sedikit orang. (Misbach,1925:4)

Menurut Misbach, kemiskinan iu disebabkan adanya penghisapan oleh kapitalisme. Mesin penggerak kapitalisme-atau “spirit kapital” dalam istilah Misbach-adalah ketamakan. Dizaman kapitalisme, ketamakan ini, spirit kapital, berbentuk uan, Kapitalisme menggunakan berbagai “soelapanja” untuk “mengikat” orang. Akan tetapi, kuncinya adalah uang karena kebanyakan orang “tjinta boeta” dengan uang dan kemudian “moeka jang diboetakan oleh mata oewang”. Dari uang muncul godaan dan ketamakan akan uang yang dapat menghancurkan manusia. (Nor Hiqmah,2008:39). Dan dari dua alas an diatas, Misbach menganggap PKI dapat menjadi lokomotif perjuangan kaum rakyat jelata.

Julukan Muslim-Komunis pun melekat pada dirinya. Dalam setiap pidato yang dibawakan oleh dirinya, dikritiknya kaum elite dagang Islam yang menutup mata terhadap kesusahan rakyat pribumi yang masih saudaranya, ditentangnya para kaum penumpuk modal yang membuat kondisi social ekonomi rakyat jelata begitu mengerikan, serta bersama Semaoen, mereka tanpa takut menghardik setan-setan Kapitalis dan Kolonialis (Belanda-red). Tak ayal, partai ini menjadi semakin besar sehingga memaksa Algemeene Recherchedienst (Dubas Intelejen Umum) dibawah pimpinan Gubernur Jendral Dirk Fock mengirim banyak intel disetiap rapat besar partai atau pidato-pidato yang dibawakan mereka.

Sayag, pergerakan Misbach sebagai seorang tokoh kunci PKI harus berakhir. Tanggal 20 Oktober 1923, H. M. Misbach ditahan karena dituduh sebagai dalang dari penyebaran pamphlet bergambar palu arit dan tengkorak, perusakan, pembalikan kereta api, pembakaran bangsal sekatenan, dan pengeboman di Mangkunegaran. Penguasa Belanda terlalu bebal sehingga menganggap dalang dari kegiatan ini adalah ulah dari Misbach sendiri.

Dari hasil penyelidikan, barulah diketahui kalau dari semua aksi tersebut adalah Hardjosumarto yang juga membiayai para saksi palsu untuk memberatkan posisi Misbach di mata hukum. Padahal, Hardjosumarto tak lain dan tak bukan adalah orang yang “ditangkap” bersama Misbach. Meskipun begitu, Pemerintah Kolonial tetap memaksa penahanan agar Misbach dapat dibungkam dengan cara mengasingkannya di tanah yang asing dan jauh dari kontak manusia, Manokwari, Papua. Selama pengasingan sementara di Semarang, Misbach tidak diperbolehkan dijenguk oleh siapapun dan hanya diperbolehkan membaca Al-Qur’an. Dalam pengasingan ini dia bertahan dan sikap revolusionernya tidak mampu ditundukkan oleh Belanda sekalipun. Akhirnya hari pembuangan itu tiba, Di rimba Manokwari dia diasingkan bersama istri dan tiga orang anaknya.

Di Manokwari pun dirinya masih bisa berkarya. Tercatat ada 7 artikel yang dia tulis selama pengasingan, diantaranya”Djawa-Manokwari Baik di Ketahui” (Medan Moeslimin 331-332 ,10/1924), “Hal Yang Kejadian di Manokwari” (Medan Moeslimin 333, 9 1924), “Islam dan Kommoenisme”(Medan Moeslimin 3-7, 34-35, 50-53, 69-71, 81-83, 2/1925), “Manokwari Bergontjang, Reactie Oentoek Communist Tentoe dan Soedah Bijasa” (Medan Moeslimin 156-159, 2/1925), “Soerat Terboeka” (Medan Moeslimin 256, 2/1925), “Foja-foja: Sikapnja Wakil Pemerintah Manokwari” (Medan Moeslimin 271-272, 2/1925), serta “Nasehat” (Medan Moeslimin 145-148, 12/1926).

Namun, di tempat pembuangan Istri tercintanya, meninggal dunia akibat malaria. Sebelum Istrinya meninggal, H. M. Misbah sempat meminta kepada Belanda agar tempat pembuangannya dipindah ke Eropa. Usulan tersebut diterima oleh Parlemen Belanda dengan syarat dirinya mau membiayai perjalanannya sendiri. Setelah mendapat kabar tersebut, langsung dia meminta tolong kepada Haroen Rasjid, redaktur Medan Moeslimin untuk mencarikannya dana sebagai bekal perjalanan.

Sayang Tuhan berkehendak lain, belum sempat melaksanakan tujuannya, dirinya harus takluk dengan penyakit yang juga telah menaklukan istrinya. Malaria. Akhirnya dia pergi untuk selamanya pada tanggal 24 Mei 1924 dengan meninggalkan tiga anaknya yang masih kecil-kecil, Masdoeki, Karoebet, dan Soimatoen. Mereka bertiga kembali ke Solo tanggal 26 Juni1924 dalam keadaan yatim piatu.

H. M. Misbach merupakan seorang muslim sejati yang tidak hanya melaksanakan perintah Tuhan seperti yang tertera di Al-Quran, tapi juga mampu menyatukan ideologi Komunisme dengan agama, sesuatu yang (mungkin) tidak akan terjadi di zaman sekarang. Pengasingan di rimba yang berbahaya tak mampu menyurutkan semangat revolusioner dan bahkan dirinya masih bias menulis kritikan tajam dan nasehat bagi para pengikutnya untuk terus melawan kapitalis dan kolonialis Belanda serta kaum Munafik yang mengku dirinya muslim tapi tidak mau membantu rakyat yang kesusahan..

Sumber Utama dan gambar:

  1. Hiqmah, Nor. H. M. MISBACH KISAH HAJI MERAH: Komunitas Bambu, 2008
  2. Soedjono, Imam. Yang Berlawan; Membongkar Tabir Pemalsuan Sejarah PKI: Resist Book, 2006
  3. Haji Misbach: Muslim Komunis, www.indomarxis.net, 3 Februari 2004
Artikel ini diterbitkan dalam koran kampus mahasiswa Univ. Sanata Dharma, NHN (Natas Hot News) edisi Mahasiswa Baru.

Jumat, 24 Desember 2010

MENDIDIK JIWA DAN PIKIRAN ANAK-ANAK LEWAT CERITA BINATANG

STUDI KASUS PADA DONGENG FABEL DI JAWA TENGAH DAN D. I. YOGYAKARTA


PENDAHULUAN

A. Judul:

MENDIDIK JIWA DAN PIKIRAN ANAK-ANAK LEWAT CERITA BINATANG, STUDI KASUS PADA DONGENG FABEL DI JAWA TENGAH DAN D. I. YOGYAKARTA

B. Latar Belakang Masalah:

Penduduk Nusantara sudah menggunakan tradisi oral sama tuanya dengan pengetahuan mereka menggunakan batu sebagai alat untuk mengatasi keterbatasan fisik mereka. Tradisi ini mampu member gambaran mengapa di Nusantara banyak sekali karya-karya literer kuno yang bisa kita jumpai di kehidupan masyarakat pada masa itu (dan pada masyarakat tertentu seperti pedesaan, pesisir, dan lainnya). Contohnya seperti pantun, syair, puisi, gurindam, ode, dongeng dan masih banyak lagi.

Mengapa penduduk Nusantara membuat jenis kesenian tersebut? Hal ini tidak dapat kita lepas dari kebutuhan manusia akan pengetahuan atau ajaran yang dapat diteruskan kepada generasi penerus tanpa harus terkendala masalah pengajar. Sering dalam karya oral tadi, masyarakat memasukkan nilai-nilai tertentu yang nantinya akan diserap dan (syukur bila) dikhayati sebagai bekal dalam menjalani hidup.

Contohnya, dalam dongeng anak-anak yang sering dibacakan atau diceritakan oleh orang tua atau tetua adat kepada anak-anak atau masyarakat di lingkungan mereka, Biasanya nilai-nilai yang dimasukkan kedalam dongeng tersebut lebih pada pengajaran akan keharmonisan alam, hormat dan bakti kepada orang tua, dan penanaman nilai yang disampaikan dalam dongeng kepada diri masyarakat masyarakat tersebut.

Kenapa masyarakat Nusantara sangat menyukai bahasa oral dibandingkan tulis-menulis? Apakah orang-orang nusantara tidak bisa membaca maupun menulis (buta huruf)? Tentu saja tidak. Dalam masyarakat yang sangat multikultur, multietnis, dan mempunyai tradisi yang sama, otomatis kita juga secdara langsung maupun tidak langsung, dan sadar maupun tidak, dapat menarik garis lurus darimana kebudayaan Nusantara itu muncul. Perlu kita ketahui dimasa dimana penduduk Nusantara masih belum mempunyai alat telekomunikasi (kecuali kentongan), juga dimasa dimana penduduk kita yang sebagian besar bermata pencarian agraris maupun maritim, pastinya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengetahui kapan musim hujan maupun kemarau, selang masa tanam maupun masa panen, kapan masa ikan-ikan bertelur atau berkembang biak, serta kapan dan dimana lokasi ikan yang sedang menuju tempat yang baik untuk berimigrasi.

Semua penduduk Nusantara pasti memiliki waktu luang di masa-masa tadi. Waktu luang tadilah yang dipergunakan untuk memikirkan sesuatu hal yang berguna bagi kehidupan mereka. Seperti hal-hal yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian, budaya, dan lainnya. Masa inilah yang nantinya berpengaruh besar bagi kehidupan mereka, karena di masa ini semua bentuk kebudayaan berkembang pesat.

Termasuk dalam budaya oral yang lebih dulu berkembang sebelum munculnya budaya literer. Budaya oral di masyarakat kita akhirnya berkembang pesat. Tidak hanya melulu berbicara antar satu individu dengan individu lainnya, tapi juga mulai muncul bentuk-bentuk lain seperti membuat puisi, pantun, syair, nyanyian, dan lainnya.

Tidak ketinggalan dengan munculnya dongeng atau cerita. Kemunculan mereka sangat penting sebagai salah satu cara untuk memberitahukan pesan dan ajaran moral pada seseorang maupun anak kecil. Kenapa menggunakan dongeng? Dunia anak-anak sangat penuh dengan imajinasi dan khayalan. Kemampuan mereka untuk menangkap sesuatu hal sangat cepat, apalagi jika sesuatu itu sangat dekat dengan hal-hal yang berbau dengan imajinasi, khayalan, sesuatu yang baru, unik, aneh dan membuat mereka penasaran.

Masa anak-anak merupakan masa paling indah dimana di masa itu, anak-anak tidak perlu merasa terbebankan akan segala hal yang sering membebankan pikiran orang dewasa. Anak-anak sering memandang dunia mereka secara sederhana, terlepas dari segala keterbatasan yang mereka alami (baik dalam keterbatasan fisik maupun pemikiran), seperti apa yang dikatakan oleh Arina Manasikana,

Anak-anak adalah makhluk yang sarat dan kaya akan imajinasi. Mereka tak takut untuk berimajinasi seliar dan sebebas mungkin, bukan hanya dalam angannya, namun juga dalam perbuatan, dan dari sanalahlantas kreativitas itu lahir. Karena imajinasinya yang tinggi, hidup anak nyaris bagaikan fiksi. Dan imajinasi adalah kekuatan yang menentang segala bentuk kepastian. Kemudian kita orang dewasa yang tidak terbiasatak bisa tidak akan merasa keberatan dengan cita dan sikap mereka. Kita menjadi asing dengan tingkah laku itu.karena sebagian besar kita orang dewasa telah kehilangan imajinasi kanak-kanaknya........(Arina Manasikana, 2004)[1]

Kekhasan yang dimiliki oleh anak-anak inilah yang membuat penggunaan dongeng sebagai sarana untuk menanamkan pengetahuan akan alam, nilai, moral, dan tingkah laku yang baik ke dalam pola pikir mereka akan lebih cepat ditangkap. Rupa-rupa dongeng pun dibuat. Mulai dari dongeng yang bercerita tentang legenda rakyat, asal-usul suatu tempat, cerita tentang tokoh panutan, dan cerita tentang binatang yang bertingkah laku seperti manusia.

C. Perumusan Masalah

Permasalahan yang hendak ditliti dari makalah ini adalah:

1. Apa yang melatarbelakangi kemunculan dongeng Fabel di Indonesia, tepatnya di Jawa Tengah dan D. I. Yogyakarta?

2. Apakah fungsi dari munculnya dongeng binatang dalam perkembangan kepribadian anak?

3. Tantangan apa yang dihadapi oleh Dongeng fable di masa modern seperti sekarang ini?

D. Tujuan

Tujuan dari diadakannya penelian ini antara lain adalah:

1. Mengetahui latar belakang terbentuknya dongeng Fabel di Jawa Tengah dan D. I. Yogyakarta

2. Mengetahui fungsi dari pembentukan dongeng Fabel di Jawa Tebgah dan D. I. Yogyakarta

3. Mengetahui berbagai tantangan yang nantinya akan dihadapi oleh Dongeng fable di masa modern.

E. Manfaat Penelitian:

Manfaat dari penelitian yang dilakukan kali ini adalah:

1. Membuat orang-orang mengerti latar belakang dari terbentuknya dongeng Fabel di Jawa Tengah dan D. I. Yogyakarta

2. Membuat masyarakat mengenal fungsi-fungsi yang tersimpan dibalik keberadaan dongeng fabel di Jawa Tengah dan D. I. Yogyakarta.

3. Membuat masyarakat sadar akan tantangan yang dihadapi oleh dongeng di masa modern.

PEMBAHASAN

A. Tradisi Lisan Dalam Masyarakat Indonesia

Tradisi lisan (oral tradition) mencakup segala hal yang berhubungan dengan sastra, bahasa, sejarah, biografi, dan berbagai pengetahuan serta jenis kesenian lain yang disampaikan dari mulut ke mulut. Jadi tradisi lisan tidak hanya mencakup ceritra rakyat, teka-teki, peribahasa, nyanyian rakyat, mitologi, dan legenda sebagaimana umumnya di duga orang, tetapi juga berkaitan dengan system kognitif kebudayaan, seperti; sejarah, hukum dan pengobatan. Tradisi lisan adalah “segala wacana yang diucapkan/disampaikan secara turun temurun meliputi yang lisan dan yang beraksara” dan diartikan juga sebagai “sistem wacana yang bukan beraksara.”. tradisi lisan tidak hanya dimiliki oleh orang lisan saja. Implikasi kata “lisan” dalam pasangan lisan-tertulis berbeda dengan lisan-beraksara. Lisan yang pertama (oracy) mengandung maksud ‘keberaksaraan bersuara’, sedangkan lisan kedua (orality) mengandung maksud kebolehan bertutur secara beraksara. Kelisanan dalam masyarakat beraksara sering diartikan sebagai hasil dari masyarakat yang tidak terpelajar; sesuatu yang belum ditulisakan; sesuatu yang dianggap belum sempurna/matang dan sering dinilai dengan kriteria keberaksaraan. (2005: 144).[2]

Dari pernyataan diatas, kita bisa mengetahui kalau yang dimaksud tradisi lisan adalah sebuah jenis tradisi yang disampaikan dari mulut ke mulut. Tradisi ini merupakan salah satu jenis tradisi tertua yang muncul di Indonesia, hamper setua munculnya manusia di muka bumi. Tradisi lisan atau oral muncul sebagai upaya untuk menyampaikan sebuah maksud tertentu yang terlintas dan dipkirkan oleh manusia. Dalam menyampaikan apa yang dimaksud, munculah sebuah bahasa yang disepakati bentuknya dan digunakan di suatu komunitas tertentu. Keragaman bahasa ini disesuaikan dengan kondisi alam, geografi, sosial masyarakat, dan lainnya. Selain itu, tradisi lisan juga digunakan tidak hanya untuk memberitahu sebuah maksud tertentu yang ingin disampaikan seorang individu, tapi juga sebagai sarana untuk bertukar pengetahuan dan pengalaman, yang nantinya akan membuat sebuah awal dari pendidikan.

Dalam tradisi lisan, hampir semua lapisan masyarakat mengenalnya. Hal ini bisa terjadi karena tradisi ini merupakan sebuah bentuk awal dari berbagai macam tradisi yang ada di seluruh peradaban umat manusia sebelum munculnya tradisi tulisan.Tradisi ini memungkinkan masyarakat untuk saling bertukar informasi dan komunikasi antara satu individu dengan individu yang lain. Tradisi inilah yang pertama kali diperkenalkan, dilakukan, dan diajarkan kepada seorang individu yang baru lahir ke dunia (baca: Bayi).

Tradisi lisan akan berkembang dan bertranformasi ke bentuk yang berlainan, seperti puisi, pantun, seloka, gurindam dua belas, geguritan, tembang (dalam kebudayaan Jawa), dan lainnya. Perkembangan bentuk ini mengikuti pola kehidupan masyarakat tersebut dalam merespon kondisi yang terjadi di wilayahnya (baik alam maupun manusia) yang terus berkembang dan berinteraksi dengan kebudayaan dan masyarakat lain.

Tradisi lisan pun harus kita sadari sama seperti tradisi yang lain, bisa berkurang, tetap maupun meningkat tingkat penggunanya. Ada sebuah kelompok masyarakat yang tidak lagi menggunakan tradisi lisan (puisi, pantun, seloka, gurindam dua belas, geguritan, tembang, maupun bentuk tradisi lainnya) dalam kehidupannya. Hal ini dikarenakan masuknya industri di daerah tersebut yang menuntut masyarakatna untuk hidup sesuai dengan jadwal dan kontrak kerja yang ujung-ujungnya membuat masyarakat tadi menjadi masyarakat individual akibat kondisi keja yang membuatnya menjadi seperti itu. Tapi ada juga sekelompok masyarakat yang tetap melindungi tradisi tadi sehingga tradisi oral tetap hidup dalam dan dilestarikan.

Salah satu bentuk tradisi lisan yang ada di masyarakat Indonesia adalah dongeng. Dongeng berguna sebagai sebuah sarana untuk menyampaikan sebuah ajaran tertentu bagi masyarakatnya. Dongeng dapat berkisah tentang apa saja. Entah itu asal-usul suatu tempat, asal-usul sebuah peristiwa, maupun cerita tentang binatang atau orang terkenal. Mengapa manusia menggunakan dongeng untuk menyampaikan sebuah maksud tertentu? Kita tahu kalau manusia merupakan sebuah makhluk yang sangat menyukai bahasa symbol dan perumpamaan-perumpamaan dalam menceritakan atau melambangkan sebuah peristiwa yang terjadi di sekitar kita. Lambang inilah yang dipakai sebagai sarana dalam menyampaikan maksud tertentu. Perumpamaan dan symbol inilah yang nantinya membuat manusia untuk berpikir dan menerjemahkan maksud dari symbol itu. Setelah terpecahkan, inti atau maksud dari symbol itu akan tertanam dalam kehidupan manusia.

B. Masyarakat Agraris Dan Pengelihatannya Akan Alam Sekitar

Harus kita ketahui, dalam sejarah perkembangan masyarakat D. I. Yogyakarta dan Jawa Tengah selalu didominasi oleh kegiatan pertanian. Memang terdapat kegiatan lain selain pertanian, sebut saja perdagangan, perikanan (baik darat maupun laut), dan menjadi pegawai pemerintahan (ambtenaren).

Pada masa lalu, dimana kondisi geografis D. I. Yogyakarta dan Jawa Tengah tidak seperti sekarang yang sudah penuh dengan hangar bingar kendaraan bermotor, terangnya papan iklan di malam hari, dan mulai menjamurnya industri-industri kreatif yang mulai menjadikan anak muda sebagai pangsa pasar yang empuk. Di zaman dahulu, dimana hutan lebat masih bisa kita jumpai, belum banyak perumahan yang berjejalan di pinggir jalan, belum masuknya listrik ke desa dan masih kuatnya ikatan kekeluargaan membuat suasana pedesaan menjadi hidup di siang hari dan menjadi sepi di malam hari.

Masyarakat agraris pada masa lalu sangat menjunjung tinggi ritual yang berkaitan dengan kesuburan tanah. Hal ini terjadi karena para petani menganggap tanah dan alam sekitar sebagai ibu yang selalu merawat dan memberikan yang terbaik kepada anak-anaknya. Hal ini bisa kita lihat dari banyaknya ritual yang dilaksanakan oleh seorang petani sebelum, saat memulai musim tanam, bahkan sampai panen dan pasca panen. Hal ini membuktikan bagaimana masyarakat agraris tidak dapat terlepas jauh dari kehidupan religius. Conohnya bisa kita lihat bagaimana dalam memulai musim tanam, seorang peani akan mempersiapkan awal musim tanam dengan memanfaakan inang pari (induk padi) yang merupakan sebagian hasil panen musim tanam lalu. Selain iu, sebelum memulai menanam inang pari padi, kita bisa melihat mereka melakukan riual selamatan untuk menghormati Dewi Sri yang dipercaya menurunkan padi ke muka bumi.

Selain melakukan penghormatan kepada Dewi Sri yang bisa kita lihat dalam setiap ritual yang dilakukan petani (sebelum dilaksanakannya Revolusi Hijau yang dicanangkan Pak Harto), kita bisa melihat bagaimana para petani ikut bergotong royong bekerja membersihkan sawah maupun lahan sesudah masa pane untuk masa tanam berikutnya. Selain itu, gotng royong bisa kita liha pula dalam acara membersihkan saluran irigasi, sumber air, dan hutan. Hal ini bisa kita maklumi karena dalam kehidupan masyarakat pedesaan, alam telah menjadi salah satu unsur terpenting dalam setiap peristiwa hidup masyarakat tersebut. Karena dengan merawat alam sekitar, alampun akan berbua baik kepada kita, seperi member kesuburan, hasil bumi dan lainnya. Terawatnya alam pun otomatis membuat kondisi geografis dan ekologis pada masa itu sangat rimbun dan terjaga. Hutan-hutan dan sungai masih asri dan binatang liar masih dapat dijumpai.

C. Hewan-Hewanpun Ikut Menjadi Manusia

Dongeng-dongeng pun akhirnya lahir sebagai jawaban atas metode pengajaran akan nilai, tingkah laku, dan perbuatan yang baik kepada seorang anak manusia. Dongeng ini lahir dengan mengambil beberapa peristiwa yang terjadi di alam sekitar. Kenapa? Karena manusia pertama kali belajardari peristiwa-peristiwa alam, sehingga manusia belajar bagaimana mereka bersikap dan menanggapi alam.

Tokoh utama dalam dongeng ini sendiri bukanlah manusia, tetapi binatang. Hanya saja, binatang tadi mampu berprilaku sebagai manusia. Tentu saja hal ini sangat disukai oleh anak-anak. Karena anak-anak dapat membayangkan bagaimana seekor binatang dapat berperilaku sebagai manusia. Dongeng-dongeng ini nantinya akan disebut sebagai dongeng Fabel.[3]

Dongeng fable lahir dari pengelihatan manusia akan tingkah laku hewan-hewan yang ada di sekitar manusia. Dongeng fable rata-rata bersifat anonym, sehingga kita bisa mengambil kesimpulan kalau dongeng binatang tadi diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi lainnya.

Coba kita lihat apa saja dongeng yang menceritakan kisah-kisah seputar binatang. Dongeng tersebut pastinya selalu berubah dari satu generasi ke generasi lainnya. Hal ini mengindikasikan adanya unsure-unsur yang ditambah maupun dikurangi dalam sebuah cerita. Dongeng tadi menjadi lebih kaya akan bahan karena dia hidup dan beradaptasi dengan kebutuhan dari masing-masing zaman.

Anak-anak jauh lebih cepat menangkap hal-hal yang aneh, unik, menyenangkan, dan hal-hal baru. Ini mengindikasikan keinginan mereka untuk mempelajari hal-hal baru di dunia mereka. Cobalah kita perhatikan bagaimana keingintahuan mereka mampu membuat kita merasa jengkel dan bosan. Karena setiap kali mendapat hal baru mereka akan bertanya “Apa ini?”, “Apa itu?”, “Mengapa hal ini bisa terjadi?”, “Kenapa kok bisa begitu?”. Pertanyaan-pertanyaan ini membuthkan jawaban yang tidak pendek, dan lebih menjadi pertanyaan teknis yang membutuhkan penjelasan terhadap setiap detil-detilnya.

Dengan diceritakannya dongeng-dongeng sebelum tidur, kit akan melihat bagaimana mereka akan mulai berpikir kritis dalam mencerna setiap cerita yang didapatnya. Belum lagi, dongeng-dongeng tadi sarat akan pesan moral dan nilai-nilai kebaikan. Kita bisa mengambil kesimpulan kalau apa yang diceritakan oleh orang tua (ayah atau ibu) dan juga nenek atau kakek sebelum tidur mampu merangsang perkembangan otaknya, dan mampu menanamkan nilai-nilai positif di alam bawah sadarnya. Kita tahu kalau disaat manusia tidur atau beristirahat, otak tidak beristirahat sepenuhnya. Dia masih mengontrol metabolisme tubuh dan mengatur tarikan napas dan detak jantung. Selain itu, informasi-informasi yang kita dapat dalam satu hari tadi tidak hilang begitu saja, tapi diputar kembali dan diolah di malam hari. Lalu, bayangan-bayangan informasi satu hari itu akan muncul dalam bentuk mimpi.

Bila seorang anak didongengkan oleh keluarga mereka, maka anak itu akan terbentuk kepribadiannya. Karena dongeng maupun cerita rakyat (terlebih dalam bentuk binatang) mampu membangkitkan imajinasi anak dan mendekatkan hubungan antar keluarga. Seorang anak akan lebih dekat dengan orang tuanya karena dengan menceritakan dongeng kepada seorang anak, akan terbangun sebuah kedekatan antara anak dan orang tua.

Selain itu, dongeng tadi mampu mengajarkan anak bagaimana mereka mencintai dan merawat alam dengan .segenap daya dan upayanya. Karena bagaimanapun manusia tidak akan mampu hidup tanpa bantuan dan bimbingan alam. Semua hal yang bisa ada di masa modern sekarang ini merupakan wujud pembelajaran manusia dalam mengatasi kesulitan-kesulitan alam. Begitu juga dengan lahirnya dongeng. Dongeng-dongeng tadi tidak akan pernah lahir tanpa adanya pembelajaran manusia mengenai alam.

D. Dongeng Fabel Sebagai Pendidikan Nilai

Harus diakui, ada banyak sekali dongeng di Indonesia. Hampir semua daerah di Indonesia mempunyai serita-cerita khas yang mempunyai ajaran akan nilai-nilai kebaikan dan moral. Dalam bentuknya, tidak hanya cerita tentang munculnya sebuah tempat, munculnya sebuah upacara adapt, munculya sebuah peristiwa tapi juga cerita tentang tokoh yang dianut oleh masyarakat tersebut, dan cerita tentang binatang.

Cerita tentang binatang ini memunculkan wujud binatang yang bermacam-macam. Mulai dari binatang yang ada di sekitar kita (burung, anjing, kucing, dan sebagainya), sampai binatang liar yang hanya terdapat di hutan belantara. D. I. Yogyakarta dan Jawa Tengah banyak sekali dongeng-dongeng yang menceritakan kisah tentang binatang.

1) Kisah Burung Elang dan Ayam

Burung Elang dan Ayam saling bersahabat dan saling membantu satu sama lain. Hal ini membuat kedua makhluk tadi menjadi sahabat. Suatu hari Ayam bertanya kepada si Elang, “Elang, kenapa kamu bisa terbang bebas di angkasa sedangkan aku tidak bsa?” Elang pun menjawab, “Begini ayam, aku bisa terbang di angkasa karena sebelumnya aku mengenakan cincin berlian. Setelah memakainya aku bisa terbang tinggi di angkasa.” Tentu saja cerita si Elang membahagiakan hati Ayam, karena dia mengetahui caranya terbang. Akhirnya dia memberanikan diri bertanya kepada Elang, “Kalau begitu, elang, bolehkah saya meminjam cincin berlian yang kamu gunakan?” Awalnya si Elang agak ragu untuk meminjamkannya, tapi akhirnya barang berharga tadi dipinjamkannya. Setelah dipinjamkan, si Elang berpesan, “Ingat, cincin berlian ini tidak boleh hilang, karena harganya mahal sekali dan merupakan barang berharga.” Tentu saja si Ayam memegang janjinya untuk menjaga cincin tadi. Setelah dipinjamkan, si Elang pergi mengudara. Akhirnya si Ayampun memakai cincin tadi, dan betapa gembiranya dirinya setelah dapat terbang di angkasa. Waktu berlalu sampai tiba-tiba si ayam lupa akan cincin berlian tadi. Cincin tadi akhirnya terus dicarinya samai suatu saat si Elang datang dan menagih janjinya. “Aduh, minta maaf Elang, aku masih mau menggunakan cincinmu untuk terbang ke tempat lain, besok kamu datang ke sini lagi ya,” jawab ayam setiap si Elang datang. Waktu berlalu sampai akhirnya Elang tidak sabar. Sontak tiba-tiba dia menyambangi tempat si Ayam dan menanyainya. “Hei Ayam, aku tidak sabar lagi, kau kemanakan cincinku?” bentak si Elang. “Aduh, sebbentar lagi Elang, sebentar lagi,” jawab si Ayam dengan gagap. “Aku tidak butuh alasanmu, dimana kamu menaruh cincin itu?” Bentak si Elang tidak sabar. Akhirnya si Ayam mengaku dengan berat hati, “Anu, sebenarnya, cincin berlianmu hilang.” Jawab Ayam dengan pasrah. “HILANG !!!” Jawab si Elang dengan kagetnya “Kamu kemanakan, kamu pasti bohong !” hardik Elang tanpa belas kasihan. “Benar Elang, maaf, aku dari kemarin terus mencarinya, terus, terus,” jawab Ayam dengan terbata-bata. “Aku tidak butuh penjelasanmu! Kenapa kemarin kamu tidak bilang yang sejujurnya? Mulai sekarang persahabatan kita putus! Setiap kali aku melihat katurunanmu, aku aku akan memangsanya dan aku akan menceritakan kepada keturunanku untuk memangsa keturunanmu sebagai akibat hilangnya cincin itu,” jawab si Elang sebelum Ayam sempat menjelaskannya. Akhirnya sejak hari itu Elang dan Ayam menjadi bermusuhan. Karena itu, bila Aya,m melihat Elang di udara cepat-cepat dia akan memanggil anak-anaknya untuk berlindung. Begitu juga bila si Elang menemukan Ayam mauun anaknya, dia akan segera memaksa dan mengoyak-ngoyak mereka tanpa ampun[4].

Nilai yang didapat:

Apa yang bisa kita ambil dari cerita di atas, tentunya pelajaran moral yang dapat diambil adalah bagaimanapun kita harus menjaga barang yang kita pinjam, dan kita tentunya harus menjaga persahabatan kita dengan orang lain sehingga kita tidak mendapat masalah. Belum lagi bila barang yang kita pinjam bila hilang hendaknya kita bilang yang sejujurnya dan tidak usah ditutup-tutupi, karena serapat-rapatnya bangkai yang disimpan pastinya akan tercium juga.

2) Kancil Dan Pak Tani

Kita juga dapat belajar dari kehebatan dan kecerdikan kancil. Kancil merupakan sebuah dongeng yang umum berada di seluruh nusantara, mengingat populasi hewan ini yang banyak tersebar di seluruh Indonesia. Serial kancil sendiri ada bermacam-macam. Di dalam makalah ini kita akan membicarakan salah satu kisahnya saja, cerita tentang Kancil yang mencolong ketimun. Suatu hari yang sangat terik, Kancil melewati sebuah perkebunan ketimu milik Pak Tani. Ketimun yang berada di kebunnya Pak Tani kebetulan sudah masak semua. Hal ini tentu menggembirakan Kancil yang memang sudah sangat haus dan lelah. Maka dia mampir ke kebun Pak Tani dan memakan ketimun tadi sepuas-puasnya sampai kekenyangan. Setelah kenyang dirinyapun pergi dari kebun tadi. Sorenya Pak Tani sudah menemukan kebunnya penuh dengan kerusakan. Tak putus asa Pak Tani segera membangun pagar mengelilingi kebun tadi. Esok harinya, si Kancil datang lagi untuk menyantap ketimun Pak Tani, tapi dia melihat kebunnya sudah penuh dengan pagar yang melintang. SI Kancil tidak menyerah, dicarinya lubang dip agar tadi agar bisa masuk. Setelah didapatnya pagar tadi, dirinya segera masuk dan memakan ketimun milik Pak Tani sampai kekenyangan. Setelah kenyang si Kancil segera kabur lewat lubang dia masuk tadi. Pak Tani yang menyambangi kebunnya kembali terkejut dan jengkel. “Heh, siapa pula yang memakan ketimunku!” Teriak Pak Tani saking jengkelnya. Akhirnya Pak Tani membuat jebakan berupa boneka kebun yang dilumuri getah dari pohon dan ditancapkan ke tengah kebun. Karena lelahnya, Pak Tani segera kembali ke rumah. Keesokan harinya Pak Tani datang dan menemukan Kancil yang terjebak ke dalam jebakannya. Segera Pak Tani membawa kancil tadi dan memasukkannya ke dalam kurungan. Kancil menjadi sangat sedih. Dirinya langsung disiapkan untuk makan siang Pak Tani. Tiba-tiba datanglah Anjing yang menjadi peliharaan Pak Tani, “Hahaha, tahu rasa kamu Kncil! Nanti kamu akan dibuat jadi gulai yang enak dan dimakan oleh Pak Tani sekeluarga.” Mendengar apa yang dikatakan Anjing tadi mambuat si Kancil pusat pasi, tapi dirinya tidak semudah itu tunduk. Langsung dia berkata kepada si Anjing, “Heh, Anjing, kamu tahu, aku sebenarnya akan dikawinkan oleh anak perempuannya Pak Tani. Untuk mengetesnya dia sengaja mengurungku di dalam kurungan.” Betapa terkejutnya Anjing tadi saat mendengar penjelasan Kancil. Langsung saja si Kancil menawarkan kepada Anjing untuk bertukar tempat. Anjing tadi langsung setuju karena dia sebelumnya berpikir tidak adil sekali tuannya, yang sudah dijaganya selama bertahun-tahun tapi tidak pernah menghadiahinya sesuatu. Langsung saja si Kancil pergi sekencang-kencangnya meninggalkan Anjing yang tadi mau bertukar tempat. Si Anjing sudah begitu senang sampai Pak Tani berteriak kemarahan setelah dirinya menjumpai Kancil berubah menjadi Anjing. “Heh! Kenapa kamu yang ada di kurungan!” Langsung saja si Anjing dikeluarkan dari kurungan dan ditendangnya anjing tersebut dengan kesalnya. Si Anjing langsung lari sekencang-kencangnya karena ketakutan dan tidak pernah kembali lagi.

Nilai yang didapat:

Pelajaran yang dapat kita ambil dari sini adalah bagaimana kecerdikan si Kancil mampu menyelamatkan nyawa dan bagaimana kita tidak boleh mengambil sesuatu yang bukan milik kita, karena akibatnya akan fatal.

3) Burung Berkepala Dua

Ada lagi dongeng fabel yang terpahat di Candi Mendut yang tterletak di Jawa Tengah dan terletak satu garis dengan Candi Pawon dan Candi Borobudur. Salah satu dongeng Fabel yang terpahat disana adalah cerita tentang burung berkepala ganda. Burung ini mempunyai dua buah kepala, yang satu ada di atas dan yang satunya lagi ada di bawah. Kepala yang ada di atas merupakan kepala yang sangat sombong karena dia berada di atas dan mampu memakan buah-buahan yang baik mutunya, sedangkan kepala bawah tidaklah sombong, melainkan sangat rendah hati dan hanya memakan buah-buahan yang masih mentah atau memakan serpihan makanan dari kepala atas. Suatu hari kepala bawah bertanya kepada kepala atas, “Hai, bolehkah aku memakan makanan yang sama denganmu? Sepanjang idupku aku selalu memakan sisa makananmu atau makanan yang masih mentah. Ingin sekali-kali aku memakan makanan yang sama denganmu.” Kepala atas menjawab dengan sengit,” Hah? Maaf saja, lebih baik aku yang memakan makanan yang baik mutunya, sedangkan kamu melakan makanan yang sudah merupakan bagianmu. Bukankah apa yang kita makan ujung-ujungnya bermuara pada lambung yang sama? Tentunya juga kamu akan merasakan apa yang aku rasakan.” Tentu saja kepala bawah sangat sedih dan tidak dapat berkata apa-apa. Sepanjang perjalanan dirinya masih memikirkan percakapannya dengan kepala atas. Sampai-sampai suatu hari dia menemukan buah beracun yang sangat mematikan. Langsung saja kepala bawah memakan buah tadi. Kepala atas yang melihat kelakuan kepala bawah langsung berusaha menghentikan apa yang dilakukannya. Tentu saja kepala bawah tetap memaksa memakannya sampai akhirnya dua-duanya sama-sama mati.

Nilai yang didapat:

Pelajaran moral yang bisa kita petik dari sini adalah bagaimana kita sebagai manusia tidaklah kikir dan pelit kepada sesame yang membutuhkan

E. Antara Dongeng, Televisi dan Modernitas

Harus diakui, kebiasaan orang tua menceritakan dongeng kepada anaknya sudah mulai berkurang. Munculnya arus globalisasi yang menuntut manusia untuk bekerja dengan lebih keras dan menjadi lebih individual. Kenapa? Tuntutan untuk menambah penghasilan, persaingan yang semakin menggila, dan dorongan untuk mengejar kesuksesan membuat orang-orang cendrung lupa akan kebutuhan mereka yang jauh lebih penting dari itu semua, relasi antar individu. Bayangkan saja bagaimana orang tua harus menghabiskan lebih dari delapan jam kerja selama enam hari dan masih haru smembenahi kondisi rumah yang pastinya berantakan saat ditinggal bekerja.Belum lagi di masa modern ini, dimana banyak orang tua yang sudah tidak seperti orang tua di zaman dahulu, dimana si Ibu lebih banyak menghabiskan waktu di arisan atau jalan-jalan ke pusat hiburan bersama kawan-kawannya, si Ayah yang selalu sibuk bekerja bahkan sering lembur tapi begitu royal dengan bos dan teman kantornya dan mereka berdua pastinya pulang larut malam, sedangkan anak-anak mereka diasuh oleh pembantu rumah tangga atau bila beruntung diasuh oleh kakek nenek mereka. Tidak heran bila anak-anak ini merasa lebih dekat dengan pembantu atau kakek nenek mereka yang mampu memberikan kasih saying yang selalu mereka harapkan dating dari orang tua mereka.

Kita bisa melihat contoh bagaimana anak-anak yang lahir sekitar tahun 1980-an sampai sekarang. Mereka cendrung lupa akan dongeng-dongeng tradisional yang dulu pernah diceritakan oleh orang tua mereka. Kenapa? Karena sekitar tahun tersebut televisi dan permainan video mampu mengalihkan dunia mereka. Anak-anak menjadi merasa asing oleh dongeng yang cendrung ajaib dan diluar nalar, serta imajinasi anak-anak sudah terwakili dengan gambar –gambar yang dengan nyata dapat mereka lihat. Bandingkan dengan dongeng yang cendrung abstrak (tidak bisa digambarkan atau dijelaskan dalam bentuk nyata). Anak-anak ini nantinya akan menjadi seorang anak yang susah diatur karena tidak adanya ikatan maupun kedekatan antara anak dengan orang tuanya, serta (yang sangat ditakutkan) bagaimana mereka nantinya akan mencari kebahagiaan yang selama ini mereka rindukan. Memang mereka bisa mencarinya dalam kegiatan-kegiatan positif seperti mengikuti klub olahraga atau pecinta alam, bertukar pikiran dengan pacar mereka, mengikuti kegiatan-kegiatan diskusi dan lain sebagainya. Tapi, sering mereka terjerumus dalam dunia criminal, seperti minum-muniman keras, obat-obatan terlarang, pergaulan bebas, kebut-kebutan di jalan, bahkan mengikuti organisasi-organisasi terlarang seperti masuk jaringan teroris, jaringan perdagangan obat bius, menjadi korban perdagangan manusia atau menjadi sampah masyarakat.

Di dalam perkembangannya, seorang anak membutuhkan tuntunan orang tua untuk menjadi seorang.yang bijak dalam mengambil keputusan, berkepala dingin dalam menghadapi sesuatu, tahan serta mampu menaklukan tantangan, sampai menjadi diri sendiri tanpa tergantung dengan orang lain. Tapi, bila seorang anak tidak mampu mendapat tuntunan dari orang tua, mereka akan menjadi seperti di atas tadi. Seperti terjerumus dalam dunia criminal, seperti minum-muniman keras, obat-obatan terlarang, pergaulan bebas, kebut-kebutan di jalan, bahkan mengikuti organisasi-organisasi terlarang seperti masuk jaringan teroris, jaringan perdagangan obat bius, menjadi korban perdagangan manusia atau menjadi sampah masyarakat. Belum lagi mereka menjadi seorang yang apatis dan lebih cuek terhadap lingkungan sekitar. Seakan-akan dunia berpusat pada diri mereka saja, sedangkan orang lain hanya menjadi figuran semata.Nilai-nilai individualistic dan hedonis akan tumbuh dan berkembang secepat mereka mendapatkan dan mengembangkannya.

F. Kesimpulan

Bagaimanapun, dongeng, khususnya dongeng binatang (atau Fabel) merupakan maha karya yang sangat hebat dan penuh dengan nilai-nilai yang tentunya bermanfaat bagi setiap manusia yang mendengarnya. Fungsi dongeng sebagai alat mendidikpun tidak dapat lepas dan selalu berlanjut dari waktu ke waktu. Bahkan, cerita tentang dongeng binatang sendiri sudah ada di Candi Mendut sejak candi itu berdiri dan menjadi tempat terpenting dalam acara Waisak. Apa yang kita lihat di Candi Mendut sekarang pastinya sudah menjadi bukti kedekatan kita dengan alam dan bukti penggunaan dongeng binatang, bahkan penggunaan dongeng sebagai media pendidikan bisa diperkirakan lebih tua dari usia candi tersebut

Tetapi, dongeng itu sendiri sekarang sudah mulai terancam keberadaannya, dimulai dari masuknya hiburan-hiburan yang dapat diperoleh secara instan, seperti televisi dan video game dan hal ini sangat disukai oleh anak-anak karena mereka dapat memainkannya secara langsung tanpa harus susah payah membayangkan seperti mendengar dongeng yang cendrung abstrak tanpa alat peraga. Hanya saja, jiwa si anak tidak terasah dengan baik. Televisi dan video game merupakan media yang tidak dapat dikontrol sehingga sangat ditakutkan seorang anak akan mendapat materi yang tidak sesuai dengan umur dan menjadi dewasa sebelum waktunya. Televisi dan video game juga membuat anak-anak menjadi sangat individual dan cendrung asik dengan dunianya sendiri. Selain itu, minat baca terhadap anak-anak yang sudah terlanjur kecanduan dengan peralatan elektronik akan rendah. Kalaupun mau membaca mereka hanya akan tahan dengan buku-buku popular yang mutunya sangat rendah.

Orang Tua harusnya mampu dan mau untuk melestarikan kebiasaan mendongeng terhadap anak mereka di waktu malam. Karena dengan dongenglah ikatan antar anggota kaluarga akan semakin kuat dan hangat. Mungkin suara orang tua yang mendongengkan anaknya di waktu malam akan berhenti sejenak saat para orang tua mulai sibuk mencari nafkah. Tapi kita boleh percaya kalau dongeng tidak akan mati dan hilang dari peradaban, karena dia akan terus hidup dan bertransformasi ke bentuk yang lebih baru demi menunjukan eksistensinyadi dunia.

Daftar Isi:

Buku:

Uwardi Endraswara, FOLKLOR JAWA; MACAM, BENTUK DAN NILAINYA, Penaku, Jakarta, 2010

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, CERITERA RAKYAT DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, Jakarta, 1982

Website:

http://id.wikipedia.org/wiki/Fabel

http://ibudanbalita.com/diskusi/pertanyaan/12837/Manfaat-dan-Kekuatan-Dongeng-pada-Psikologi-Anak

http://www.mentariindonesia.sch.id/artikel/179-manfaat-dan-kekuatan-dongeng



[1] Arina Manasikana, MERAYAKAN KEMERDEKAAN IMAJINASI ANAK-ANAK KITA., salah satu karangan dari buku: PEMENANG LOMBA CERPEN PENDEK, OPINI, KARIKATUR DAN DESAIN KAOS HAK ANAK-ANAK, Merayakan Kemerdekaan Imajinasi Anak-anak Kita, Plan Indonesia Surabaya, Suranaya, Juni 2004

[2] Penulis mohon maaf atas tidak dicantumkannya sumber tulisan paragraph pembuka diatas, dikarenakan penulis lupa akan identitas buku yang dikutip ini.

[3] http://id.wikipedia.org/wiki/Fabel

[4] Uwardi Endraswara, FOLKLOR JAWA; MACAM, BENTUK DAN NILAINYA, Penaku, Jakarta, 2010 hal. 62